Kalau aku dan Mama keluar di hari Minggu, Shan tinggal di rumah dengan Papa dan Abang, dengan makan malam yang telah kusiapkan untuknya. Namun Shan selalu menungguku pulang, baru dia bersedia makan (bisa sampai malam!); bujukan Papa atau Abang takkan mempan, dia akan bertahan menungguku! Yang paling menyentuh hatiku adalah saat aku tamat SMA dan ke Medan untuk kuliah D-1. Aku pulang seminggu sekali, setiap hari Sabtu. Pada minggu I aku pergi, Shan depresi, tidak makan selama seminggu, hanya minum saja. Saat aku pulang, dia menyambutku dengan riang dan makan dengan lahap. Mama menggeleng-geleng, “Dia sudah seminggu tidak makan, menunggumu” (bahkan saat aku sedang menulis ini, aku menangis memikirkannya). Aku berbicara padanya, memberi pengertian karena hari Senin pagi aku sudah harus kembali ke Medan dan seterusnya hanya seminggu sekali kami akan bertemu. Shan mengerti dan dia tidak mengulang hal ini lagi. Setahun kemudian aku diterima bekerja di sebuah bank di kotaku sehingga aku tidak ke Medan lagi. Aku kembali bisa berkumpul dengan Shan.
Di usia 11 tahun, di perutnya ada tonjolan kecil yang ternyata semakin lama semakin besar. Kami tidak berani membawanya ke dokter karena usianya sudah tergolong renta untuk anjing. Mama teringat dedaunan di lt. 3 yang biasanya dimakannya kalau sedang tidak enak badan. Aku menumbuknya untuk kemudian kutempelkan ke perutnya. Tonjolan itu tidak berkurang namun setidaknya tidak bertambah besar lagi dan Shan tidak kelihatan kesakitan.
Di usia 11 tahun, di perutnya ada tonjolan kecil yang ternyata semakin lama semakin besar. Kami tidak berani membawanya ke dokter karena usianya sudah tergolong renta untuk anjing. Mama teringat dedaunan di lt. 3 yang biasanya dimakannya kalau sedang tidak enak badan. Aku menumbuknya untuk kemudian kutempelkan ke perutnya. Tonjolan itu tidak berkurang namun setidaknya tidak bertambah besar lagi dan Shan tidak kelihatan kesakitan.
Di tahun 2000, tonjolan itu mengeluarkan nanah dan bau busuk. Shan menolak tidur di kamarku. Aku yakin karena dia tidak mau menggangguku dengan bau busuk itu. Luar biasa bagaimana seekor anjing bisa menjaga tuannya sedemikian rupa. Shan tidur di ruang tamu, mulai rabun, mulai lemah…
Di tgl 20an Agustus 2000 aku menemani Mama yang hendak operasi ke Penang dan saat sebelum berangkat ke airport Medan, aku mendekatinya yang sedang terbaring. “Tunggu aku pulang ya, I really, really love you…” Shan menatapku, mengedipkan matanya seperti hendak berkata “I love you, too”. Kuelus kakinya, kuelus tubuh lemahnya, kuelus telinganya, kukecup keningnya. “Bye bye, wait me home. I love you,” kuulangi lagi kata-kataku. Dan ternyata itu adalah terakhir kalinya aku melihatnya…
Thanks God, operasi Mama tgl 23 Aug'00 berjalan lancar. Tgl 24 Aug'00 pagi aku menelepon ke rumah, diangkat Abangku. “Shan telah pergi”, itu kalimat pertamanya. Aku terbengong, tak percaya. Setelah sekian detik diam, dengan gemetar aku bertanya, “Bagaimana bisa? Kapan?" “Tadi malam setelah jam 12, aku mendengar gonggongan kecil jadi aku segera keluar dari kamar dan mendekatinya. Dia menggonggong sekali lagi, kemudian diam…” Aku tidak sanggup ngomong apapun, Abangku menyambung “Aku sudah membungkusnya dan menaruhnya di dalam kotak, Bibik nanti yang akan mengurusnya.” Aku masih terdiam, kemudian dengan tangis yang kutahan, aku berbicara “Ingat, taruh King King dan kain kuning kesayangannya bersama…” Aku segera meletakkan telepon. Kembali ke kamar tempat Mama dirawat, aku duduk di sampingnya. Mama sedang bercerita ini dan itu, mendadak menyadari aku yang diam. “Ada apa?” Aku hanya sanggup mengeluarkan 3 kata sebelum ke kamar mandi dan menangis “Shan sudah tiada.”

Shan pergi tepat saat memasuki tgl 24 Aug'00, sementara operasi Mama adalah tgl 23 Aug'00, Shan sepertinya hendak memastikan Mama baik-baik saja, kemudian dia baru 'pergi'. Aku sempat bertanya-tanya kenapa dia tidak 'mematuhiku' untuk terakhir kalinya, setidaknya menungguku pulang, dan ‘mengantarkannya’? Perlahan aku mengerti, Shan yang mencintaiku, menyayangiku, mengertiku… Dia ingin aku mengenangnya saat hidup, tidak melihatnya saat dia pergi sehingga di kenanganku yang muncul tetap dia yang ceria, dia yang hidup…
Sekarang, 9 tahun telah berlalu… Sepanjang aku menulis ini, aku menangis. Rasa kasih & cinta bisa begitu mendalam, begitu membekas, begitu dahsyat. Aku sudah menerima kepergiannya namun ada saat-saat tertentu aku seolah-olah bisa mencium bau badannya yang khas… apakah Shan mengunjungiku?
I love you, Shan, time can't take this away… You will always have the special place in my heart. Whenever it beats, it also beats for you, forever…
Shan (10 Nop'87 – 24 Aug'00)
Di tgl 20an Agustus 2000 aku menemani Mama yang hendak operasi ke Penang dan saat sebelum berangkat ke airport Medan, aku mendekatinya yang sedang terbaring. “Tunggu aku pulang ya, I really, really love you…” Shan menatapku, mengedipkan matanya seperti hendak berkata “I love you, too”. Kuelus kakinya, kuelus tubuh lemahnya, kuelus telinganya, kukecup keningnya. “Bye bye, wait me home. I love you,” kuulangi lagi kata-kataku. Dan ternyata itu adalah terakhir kalinya aku melihatnya…
Thanks God, operasi Mama tgl 23 Aug'00 berjalan lancar. Tgl 24 Aug'00 pagi aku menelepon ke rumah, diangkat Abangku. “Shan telah pergi”, itu kalimat pertamanya. Aku terbengong, tak percaya. Setelah sekian detik diam, dengan gemetar aku bertanya, “Bagaimana bisa? Kapan?" “Tadi malam setelah jam 12, aku mendengar gonggongan kecil jadi aku segera keluar dari kamar dan mendekatinya. Dia menggonggong sekali lagi, kemudian diam…” Aku tidak sanggup ngomong apapun, Abangku menyambung “Aku sudah membungkusnya dan menaruhnya di dalam kotak, Bibik nanti yang akan mengurusnya.” Aku masih terdiam, kemudian dengan tangis yang kutahan, aku berbicara “Ingat, taruh King King dan kain kuning kesayangannya bersama…” Aku segera meletakkan telepon. Kembali ke kamar tempat Mama dirawat, aku duduk di sampingnya. Mama sedang bercerita ini dan itu, mendadak menyadari aku yang diam. “Ada apa?” Aku hanya sanggup mengeluarkan 3 kata sebelum ke kamar mandi dan menangis “Shan sudah tiada.”

Shan pergi tepat saat memasuki tgl 24 Aug'00, sementara operasi Mama adalah tgl 23 Aug'00, Shan sepertinya hendak memastikan Mama baik-baik saja, kemudian dia baru 'pergi'. Aku sempat bertanya-tanya kenapa dia tidak 'mematuhiku' untuk terakhir kalinya, setidaknya menungguku pulang, dan ‘mengantarkannya’? Perlahan aku mengerti, Shan yang mencintaiku, menyayangiku, mengertiku… Dia ingin aku mengenangnya saat hidup, tidak melihatnya saat dia pergi sehingga di kenanganku yang muncul tetap dia yang ceria, dia yang hidup…
Sekarang, 9 tahun telah berlalu… Sepanjang aku menulis ini, aku menangis. Rasa kasih & cinta bisa begitu mendalam, begitu membekas, begitu dahsyat. Aku sudah menerima kepergiannya namun ada saat-saat tertentu aku seolah-olah bisa mencium bau badannya yang khas… apakah Shan mengunjungiku?
I love you, Shan, time can't take this away… You will always have the special place in my heart. Whenever it beats, it also beats for you, forever…
Shan (10 Nop'87 – 24 Aug'00)
No comments:
Post a Comment